Orang kadang berlebihan
menyayangi sesuatu, entah sayang dengan pasangan, anak, adik, kakak, sahabat,
binatang peliharaan, atau benda sekalipun. Saking berlebihannya mereka tidak sadar kalau mereka bersikap berlebihan pada sesuatu yang mereka sayangi itu, protective,
atau malah over protective. Tidak ada yang salah kalau kamu menyayangi mereka,
yang salah adalah ketika sikap yang kamu anggap menunjukkan rasa sayang kamu
itu ternyata membuat mereka tidak lagi merasa nyaman dengan sikap-sikap over
protective kamu. Kita memang perlu melindungi semua yang kita sayang, tapi
tidak perlu berlebihan. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan rasa
sayang tanpa perlu bersikap over protective. Berikan mereka kepercayaan, bukan
kecurigaan. Dukung kegiatan positif mereka, bukan melarang atau menghina apa
yang ingin mereka lakukan. Nasihati kalau mereka salah, bukan introgasi
layaknya polisi. Berikan mereka perhatian, bukan mengekang.
Sedikit
cerita, waktu SMA saya pernah punya pacar over protective. Sebelum
pacaran, saya berteman dengan siapa pun. Gender tidak pernah menjadi alasan
saya untuk berteman, karenanya teman lawan jenis saya (sepertinya) lebih banyak
dari teman saya yang sejenis. Awal pacaran, pacar saya baik-baik saja dengan
pertemanan saya dan teman-teman saya, sampai hubungan pacaran kami sekitar 1
atau 2 bulanan, dia mulai protes (marah) dengan kedekatan saya dan teman-teman
lawan jenis saya, padahal jelas-jelas saya lebih sering bersama dia ketimbang
berkumpul bersama teman-teman saya seperti sebelum saya pacaran. Dengan alasan
sayang dan cemburu dia melarang saya berhubungan lagi dengan teman-teman lawan
jenis saya, dan pada saat itu saya percaya dengan ucapan dia. Tanpa bermaksud
menyinggung perasaan teman-teman saya, sedikit-sedikit saya mulai menjauh dari
mereka dan sepertinya mereka pun mengerti dengan kondisi saya saat itu.
Kemudian setelah lulus SMA, kami kuliah di Universitas yang berbeda. Hampir
setiap hari kami bertengkar karena mayoritas mahasiswa di kampus saya adalah
lawan jenis saya. Dia selalu curiga, jangankan untuk sekedar berkumpul dengan
teman-teman kuliah saya, saya ikut lomba dengan lawan jenis saja harus selalu
bertengkar. Kami mulai sering putus nyambung, lama-lama saya cape dan jenuh
dengan dia. Pernah saya pergoki dia jalan berdua dengan lawan jenisnya yang
tidak pernah saya kenal, saat itu saya benar-benar kaget dan kecewa pastinya.
Saat itu juga kami putus entah yang ke berapa kalinya, dan entah yang ke berapa
kalinya juga kami pacaran lagi. Saya masih saja menyayangi dia, dan mau pacaran
lagi dengan dia walaupun saya masih belum bisa mempercayai dia seperti
sebelumnya. Sampai akhirnya saya benar-benar jenuh dan tidak tahu kenapa rasa
sayang saya untuk dia tiba-tiba saja hilang, mungkin tertutup dengan rasa sakit yang selalu dia
tanam, dan kami pun benar-benar putus. Setelah putus, mata saya seperti yang
dibukakan oleh Tuhan, sekitar seminggu / 2 minggu kami putus, dia sudah pamer
pacar barunya, lalu saya mendengar kabar dari teman saya kalau dia dekat juga
dengan orang lain selain pacarnya yang sekarang, dan tidak menutup kemungkinan
sewaktu dia pacaran dengan saya dia melakukan hal yang sama.
Teman saya juga pernah
cerita tentang ayahnya yang over protective padanya, kebetulan saya kenal baik
dengan ayah teman saya ini. Seperti ayah-ayah lainnya, ayah teman saya ini sangat
perhatian dan baik pada anak-anaknya, yang membedakannya dengan ayah lain,
sikap dan cara beliau menyayangi anak-anaknya. Entah bagaimana tapi orang lain
yang bukan anaknya pun dapat melihat itu. Sangat wajar ketika teman saya cerita
kalau dia sangat mengidolakan ayahnya dan kelak dia ingin memiliki suami
seperti ayahnya, walaupun kadang dia tidak merasa nyaman dengan sikap over protective
ayahnya. Dia selalu yakin sikap over protective ayahnya itu semata-mata karena ayahnya
khawatir padanya. Sampai akhirnya tanpa sengaja dia mengetahui sisi lain
kehidupan ayahnya. Tak pernah terpikirkan sebelumnya, dia akan mengobrol di
telepon dengan anak yang memanggil ayahnya dengan sebutan “papa” dan mendengar
kakaknya mengobrol dengan wanita yang menyebutnya ayahnya “suami”. Saat dia dan
kakaknya menanyakan wanita dan anak itu, ayahnya tak pernah mengaku, malah
mereka dimarahi ibu mereka karena telah menuduh ayahnya. Sejak saat itu teman
saya tak lagi mengidolakan ayahnya, terlebih-lebih memiliki suami seperti
ayahnya. Bukan tanpa alasan sikapnya langsung berubah, karena setelah kejadian
itu tanpa sengaja dia menemukan banyak bukti yang mendukung tuduhannya pada
ayahnya itu. Dan setelah kejadian itu pula, sadar atau tidak sikap ayahnya
semakin protective padanya dan sepertinya dia mulai menghindari ayahnya untuk menahan amarah yang tidak mau dia keluarkan demi menjaga perasaan ibunya. Dia bahkan
cerita kalau sikap over protective ayahnya itu bukan semata-mata wujud kasih sayangnya saja, tapi untuk menutupi
kebohongannya juga.
Cerita di atas cuma
berbagi pengalaman saja, belum tentu yang dialami saya dan teman saya sama
dengan yang kamu alami. Tidak selamanya protective itu buruk. Mungkin memang
benar protective merupakan salah satu cara untuk sebagian orang menunjukkan
rasa sayang mereka, tapi lihat juga situasi dan kondisinya. Selama itu membuat
satu sama lain nyaman, rasanya tidak ada yang salah. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar